Rukun shalat ada 17
1. Niat,
sebagaimana hadits 1 diatas “Apabila engkau berdiri untuk melakukan shalat,,,” dan Hadits Rasul saw “sesungguhnya amal itu dengan niat”.
Masalah lafadh niat itu adalah demi Ta’kid saja, (penguat dari apa yg diniatkan), itu saja, berkata shohibul Mughniy : Lafdh bimaa nawaahu kaana ta’kiidan (Lafadz dari apa apa yg diniatkan itu adalah demi penguat niat saja) (Al Mughniy Juz 1 hal 278), demikian pula dijelaskan pd Syarh Imam Al Baijuri Juz 1 hal 217 bahwa lafadh niat bukan wajib, ia hanyalah untuk membantu saja.
2. Menghadap kiblat dan berdiri dalam shalat Fardhu,
dari susunan hadist 1 diatas bahwa hendaknya menghadap kiblat sebelum bertakbir (syarah dari Imam alwi abbas al Maliki kitab Ibanatul ahkam)
3. Bertakbir,
yaitu membuka shalat dalam takbirratul ikhram (pendapat terbanyak dari Imam Syafi’I, Imam Hambali dan Imam Maliki bahwa takbiratul ikhram wajib dengan lafdz ‘Allahhu Akbar’).
4. Membaca Alfatihah,
para ulama sepakat Imam Syafi’I, Imam Hambali dan Imam Maliki wajibnya membaca Alfatihah disetiap rakaatnya. sebagaimana Hadits Rasulullah saw : “ Tidak sempurna shalat seseorang bila tidak membaca biummil Qur’an (Al Fatihah)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menngenai posisi kedua tangan (bersedekap) setelah takbir (pada waktu berdiri), Berkata Alhafidh Imam Nawawi : “Meletakkannya dibawah dadanya dan diatas pusarnya, inilah madzhab kita yg masyhur, dan demikianlah pendapat Jumhur (terbanyak), dalam pendapat Hanafi dan beberapa imam lainnya adalah menaruh kedua tangan dibawah pusar, menurut Imam Malik boleh memilih antara menaruh kedua tangan dibawah dadanya atau melepaskannya kebawah dan ini pendapat Jumhur dalam mazhabnya dan yg masyhur pada mereka” (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 4 hal 114)..
Dari penjelasan ini fahamlah kita bahwa pendapat yg Jumhur (kesepakatan terbanyak dari seluruh Imam dan Muhaddits) adalah menaruh kedua tangan diantara dada dan pusar DIBAWAH DADA DI ATAS PUSER, walaupun riwayat yg mengatakan diatas dada itu shahih, namun pendapat Ibn Mundzir “bahwa hal itu tak ada kejelasan yg nyata, bahwa Nabi saw menaruh kedua tangannya diatas dada, maka orang boleh memilih” (Aunul Ma’bud Juz 2 hal 323.
Adapun kitab “sifat shalat nabi” yg ditulis Syaikh nashiruddin Albani adalah kitab yg mengajarkan kesesatan!. Dalam buku ini Albany mengajarkan satu lagi kesesatan dalam cara shalat yaitu “tangan bersedekap diatas dada”. Sungguh ini adalah perkataan2 yng menyelisihi imam 4 madzab Ahlusunnah!.
5. Rukuk,
diriwayatkan oleh sahabat Rasulullah saw Ubbayd assaa’idi ra berkata : “bahwasannya melihat Rasulullah saw jika bertakbir kedua tangannya sejajar dengan bahunya, jika berukuk kedua tangannnya memegang kedua lututnya, sampai dengan akhir…..” ( HR. Imam Bukhari dan Muslim)
6. Tuma’ninah dalam berrukuk,
sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudian engkau berrukuk hingga tuma’ninah dalam berukuk…”
7. I’tidal,
sebagaimana hadits 1 diatas “… kemudian angkatlah kepalamu sampai engkau meluruskan badanmu berdiri (I’tidal)…”
8. Tuma’ninah dalam I’tidal,
sebagaimana hadits 1 diatas “…Hingga engkau bertuma’ninah dalam berdirimu…”
Mengenai Qunut, memang terdapat Ikhtilaf pada 4 madzhab, masing masing mempunyai pendapat, sebagaimana Imam Syafii mengkhususkannya pada setelah ruku pada rakaat kedua di shalat subuh.., dan Imam Malik mengkhususkannya pada sebelum ruku pada Rakaat kedua di shalat subuh (Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughulmaram Bab I),
mengenai Qunut dengan mengangkat kedua tangan telah dilakukan oleh Rasul saw dan para sahabat, maaf saya tak bisa menyebut satu persatu, namun hal itu teriwayatkan pada : Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn filqunut, Sunan Imam Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41, Fathul Baari Imam Ibn Rajab Kitabusshalat Juz 7 hal 178 dan hal 201, Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab Dzikr Nida Juz 3 hal 324, dan banyak lagi.
Lagi-lagi syaikh alBany (wahaby) membuat bid’ah baru dalam shalat, yaitu “Tangan bersedekap pada waktu i’tidal”….ini adalah bid’ah yang dibuat-buat. Tidak ada dalil yang menunjukan perkara ini, dan hal ini tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah dan tidak dijumpai dalam fatwa-fatwa imam ahlusunnah (imam-imam 4 madzab). Lihatlah orang-orang yg terpengaruh kitab sesat “sifat shalat nabi karya albani” mereka merasa shalat mereka yang paling benar dan mereka bersedekap setelah i’tidal (ini adalah bid’ah yang nyata!).
9. Sujud pertama dan Sujud kedua,
sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudin bersujut hingga engkau bertuma’ninah dalam bersujut…” dan Hadits Rasulullah saw : “aku diperintah untuk bersujud dengan 7 anggota tubuh (atas dahi, kedua tangan, kedua lutut dan jari-jari kaki)” ( HR. Mutafaqul’alayh) . Sabda Rasul saw : “Bahwa engkau sujud maka taruhlah kedua telapak tanganmu dan angkatlah kedua sikumu” (HR. Muslim)
10. Tuma’ninah dalam sujud pertama dan tuma’ninah dalam sujud kedua, sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudin bersujud hingga engkau bertuma’ninah dalam bersujud…”
11. Duduk diantara dua sujud,
sebagaimana hadits 1 diatas “…kemudin angkat kepalamu (duduk antara 2 sujud) …”
12. Tuma’ninah diantara dua sujud,
sebagaimana hadits 1 diatas “…hingga engkau bertuma’ninah dalam dudukmu…”
13. Tasyahud akhir,
Riwayat Muslim dari Ibn Abbas berkata Rasul saw mengajari kami tasyahud “Attahiyatul mubaarakatus shalawatutthoybatul illah…” sampai dengan akhir.
Mengenai mengucapkan “Assalamualaika ayyuhannabiyy wr wb”, adalah wajib dan merupakan Syarat Sah shalat, demikian dalam Madzhab Syafii, mengenai pendapat para muhaddits lainnya bahwa setelah wafat mereka merubah pembacaan salam itu maka Imam Syafii tetap berpegang pada yg diajarkan langsung oleh Rasul saw dimasa hidupnya,
dan Jumhur (sebagian besar) ulama tetap berpegang pada lafadh yg diajarkan dimasa hidupnya Nabi saw, demi menjaga lafadh shalat yg diajarkan oleh Rasul saw (Atahdzir wattanwir Juz 11 hal 31 dan didalam madzhab syafii tidak sah terkecuali mengucapkan “Assalamualaika ayyuhannabiyyu warahmatullah wabarakatuh” (AL Majmu’ Juz 4 hal 81),
dan Imam syafii memang merupakan satu satunya Imam yg sangat berhati hati dalam memutuskan hukum dan fatwa, terbukti sebagian besar ulama bermadzhabkan syafii.
Adapun kitab “sifat shalat nabi” yg ditulis Syaikh nashiruddin Albani adalah kitab yg mengajarkan kesesatan!. Dalam buku ini Albany melarang membaca “Assalamualaika ayyuhannabiyyu warahmatullah wabarakatuh” ini adalah pendapat yg lemah dan menyesatkan umat. Albani mengutip pendapat ini secara tidak lengkap dari kitab Fathul Bari (Ibnu Hajar Atsqalani), padahal ibun Hajar Atsqalani adalah jelas-jelas ulama bermadzab syafei! dan dalam kitab Fathul Bari (Ibnu Hajar Atsqalani) menyebutkan berbagai pendapat dalam bacaaan tahiyat hanya untuk menambah wawasan pembaca mengenai bacaan tahiyat shalat, tetapi bacaan tahiyat yang paling shahih adalah Pendapat Imam Syafii tetap berpegang pada yg diajarkan langsung oleh Rasul saw dimasa hidupnya, dan Jumhur (sebagian besar) ulama tetap berpegang pada lafadh yg diajarkan dimasa hidupnya Nabi saw, demi menjaga lafadh shalat yg diajarkan oleh Rasul saw (Atahdzir wattanwir Juz 11 hal 31
14. Duduk diTasyahud akhir,
sebagaimana hadits 2 diatas “ ketika duduk untuk berTasyahud…”
15. Bershalawat kepada Rasul saw,
sebagaimana hadits 3 diatas “ Kita diperintah untuk bershalat.. maka bagaimana kami bershalawat keatasmu…”. Imam Syafi’I berpendapat bahwa beshalawat atas Rasul saw dan keluarganya dalam shalat adalah Wajib bagi kita, sebagaimana hadits 3 diatas.
ucapan ucapan itu boleh saja dilakukan dan boleh tidak, karena tak ada perintah dalam hadits beliau saw yg menjelaskan kita harus memanggil dg Sayyidina atau lainnya.
maka menambahi nama sahabat dg Radhiyallahu ‘anhu pun boleh atau boleh pula tidak, atau saat shalat kita membaca surat dan menyebut nama para nabi, maka boleh mengucapkan / menambahkan alaihissalam, namun yg jadi masalah adalah mereka yg “tak mau” atau bahkan “melarang” menyebut sayyidina pada para sahabat bahkan pada Rasul saw
karena Rasul saw memperbolehkannya, sebagaimana sabda Beliau saw : “janganlah kalian berkata : beri makan Rabb mu, wudhu kan Rabb mu (Rabb juga bermakna pemilik, ucapan ini adalah antara budak dan tuannya dimasa jahiliyah), tapi ucapkanlah (pada tuan kalian) Sayyidy dan Maulay (tuanku dan Junjunganku) , dan jangan pula kalian (para pemilik budak) berkata pada mereka : wahai Hambaku, tapi ucapkanlah : wahai anak, wahai pembantu” (shahih Bukhari hadits no.2414) hadits semakna dalam Shahih Muslim hadits no.2249.
maka jelaslah bla budak saja diperbolehkan mengucapkan hal itu pada tuannya, bagaimana kita kepada sahabat yg mereka itu adalah guru guru mulia seluruh muslimin, sebagaimana ucapan yg masyhur dikalangan sahabat : “aku adalah budak bagi mereka yg mengajariku satu huruf”, atau hadits Nabi saw yg bersabda : “bila seseorang telah mengajarkanmu satu ayat maka engkau telah menjadi budaknya” maksudnya sepantasnya kita memuliakan guru guru kita, lebih lebih lagi para sahabat, karena par sahabat sendiri satu sama lain mengucapkan
Rasul saw bersabda dihadapan para sahabat seraya menunjuk Hasan bin Ali ra anhuma : “sungguh putraku ini (hasan bin Ali) adalah Sayyid, dan ia akan mendamaikan dua kelompok muslimin” (shahih Bukhari hadits no.3430, juga dg hadits yg semakna pada hadits no.2557)
berkata Umar bin Khattab ra kepada Abubakar shidiq ra : “aku membai’atmu, engkau adalah sayyiduna, wa khairuna, wa ahibbuna” (engkaulah pemimpin kami, yg terbaik dari kami, dan yg tercinta dari kami). (shahih Bukhari hadits no.3467)
Umar ra berkata kepada Bilal dg ucapan sayyidina. (shahih Bukhari hadits no..3544).
dan masih banyak lagi dalil dalil shahih mengenai hal ini.
16. Salam,